MY PIN BB 2A4E1B1C

Jelbab

Share it Please


“Sejak awal mereka harusnya tahu seragamnya seperti itu. Kalau sekarang ada keluhan kenapa tidak sejak awal?”, itulah pernyataan Kabag Um Polri Kombes Agus Rianto.
sangat disayangkan memang seorang berpangkat Kombes masih belum paham bagaimana seseorang yang mendapatkan hidayah ditengah menapaki jenjang karirnya di Kepolisian. Dimanapun posisinya, polwan tersebut layak diapresiasi karena menuntut akan haknya yang diatur dalam konstitusi sebuah Negara. Terlebih Lembaga Kepolisian merupakan institusi penegak hukum yang selalu mengedapnkan dalil dalam upaya penegakan hukum di tengah masyarakat yang merasa dirugikan oleh orang lain. Sementara ketika anggotanya ingin mendapatkan perlakuan yang adil di mata hukum malah mendapat penolakan dari institusinya.

Ketika seseorang ingin mengenakan jilbab dan mendapat penolakan, dimanakah perlindungan Negara terhadapnya? Dimanakah jargon-jargon penegakan hukum dan penegakan HAM yang sering diusung Kepolisian maupun LSM-LSM yang mengusung kesetaraan gender? Dimanakah kerugian lembaga ini jika polisi wanitanya menggunakan jilbab? Dari anggarankah?
Tapi jangan takut Pak Polisi kalau anggaran Bapak khwatir dipotong. Insya Allah saya yakin bahwa mereka yang telah mendapatkan hidayah tidak terlalu butuh untuk difasilitasi oleh Kepolisian jika memang itu sulit untuk dianggarkan. Saya rasa mereka akan dengan sukarela mengeluarkan kocek di dompetnya untuk hanya membeli selembar jilbab yang dapat memberikan ciri khusus hak sebagai muslimah dalam bertugas di Kepolisian. Lebih dari itu akan banyak Umat Islam baik secara perorangan maupun kelembagaan akan siap menjadi donator jika Negara dalam hal ini Kepolisian tidak memiliki anggaran untuk ‘tugas’ yang mulia tersebut

Ketika orang pusat masih memperdebatkan masalah ini, di Negara lain malah telah memberlakukan jilbab bagi wanita muslimnya, seperti di Iran, Pakistan, Inggris, Palestina, Malaysia, Norwegia, dll. Di luar negeri bukan hanya di Kepolisian, bahkan di kalangan tentara telah memberlakukannya. Jauh dari itu di dalam negeripun selain Aceh, Madurapun mulai memberlakukan aturan yang sama sejak tahun 2009. Mengapa Mabes Polri menolak?
Sampai saat inii Polri tak bergeming, masalah anggaran yang menjadi alasan.. Padahal Anton Bahrul Alam pernah menganjurkan Polwan berjilbab saat menjadi Kapolda Jatim, dan nyatanya tidak apa-apa. Atau mungkin Polda Aceh memiliki anggaran yang lebih besar untuk membuat seragam polwan berjilbab? Mari kita tunggu respon dari Polri untuk masalah ini, jangan sampai urusan yang sebenarnya simpel sampai melanggar hak asasi seseorang hanya karena alasan
anggaran. Namun jika benar-benar kere tak punya anggaran saya yakin banyak
masyarakat yang siap membantu untuk biaya membeli jilbab bagi Polwan dan
kalau perlu kita bikin “Koin untuk Jilbab Polwan”.

Kewajiban menggunakan jilbab
Menggunakan jilbab adalah ajaran agama Islam, negeri ini  sudah banyak diperjuangkan oleh tokoh-tokoh muslim, serta banyak lagi alasan lainnya. Lagian dengan diperbolehkannya Polwan berseragam tidak akan memaksa Polwan muslimah lain untuk berjilbab, karena berjilbab adalah pilihan hidup muslim.  Yaa sama saja seperti di kantoran instansi pemerintahan, yang mau pakai jilbab okee, yang tidak juga tak apa-apa. Tapi inilah Indonesia, walaupun partai penguasanya memiliki jargon nasionalis religius, tampaknya adem-adem saja dengan isu ini. Apa kabar lembaga HAM, bukankah seharusnya ini merupakan hak asasi umat beragama, tapi mengapa HAM hanya membisu

Larangan atas jilbab bagi polwan hanyalah tindakan putus asa berkedok kebijakan/aturan yang gagal mencoba untuk membendung bertambahnya perempuan Muslim yang menolak liberalisme Barat dan mengadopsi Islam sebagai jalan spiritual, sosial dan jalan politik dalam hidup.
Menutup aurat secara sempurna adalah KEWAJIBAN bukan HAK. Konsekuensi tidak terlaksananya sebuah kewajiban adalah dosa. Karena pembuat aturan menutup aurat bukan atasan, melainkan Allah Subhanahu Wa Ta’aala, Sang Khaliq. Dan karena menutup aurat adalah kewajiban individu muslimah, maka dalih dosa kolektif yang ditanggung oleh pembuat kebijakan tidaklah bisa menjadi argumentasi. Itu jelas argumentasi bathil. Wallahu A’lam Bis-Shawaab. 

0 komentar:

Post a Comment

1. Jangan lupa memberi salam di setiap awal komentar
2. Gunakan bahasa Indonesia full
3. Mohon komentar yang baik dan sopan
4. Jangan gunakan Link aktif
5. Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya